Bungaungu

Ketika Terjebak Rindu Padamu…

Dia tak pernah memberiku kesempatan untuk bernafas normal semenjak aku sadar… Semenjak aku sadar bahwa mungkin saja benar, jika dia adalah ujung dari perjalanan tunggalku….

Mulai, aku menghirup udara itu dengan tergesa-gesa,, mengijinkan saja semua oksigen memenuhi rongga alveolusku yang sudah menyempit,, seperti merasakan sebuah ketakutan kalau-kalau tak ada lagi hawa sesejuk itu bisa kuhirup,, sampai-sampai hidungkupun tak memberi jalan untuk sisa nafasku kembali ke udara… Karbon dalam tubuhku terjebak, tak mampu meluncur bergabung bersama nitrogen di atmosfer bebas.. Dan aku tak menyadari, hal itu bisa menjadi racun dalam tubuhku sendiri…. Yang aku tahu, aku hanya ingin bernafas terus dengan hawa sesempurna itu… Dan hawa itu berasal dari hembusan nafasmu.. Bagaimana racun kotor sisa nafasmu bisa menjadi udara sejuk bagiku…??? Aku juga tak pernah tau…

Kemudian saja…
Tiba-tiba aku sudah terduduk lemas, terengah-engah, keringat membulir terus dari keningku, dan tentu saja, aku sesak nafas…
Perlu menarik kuat-kuat otot diafragmaku hanya untuk meraih sedikit saja udara yang kau hembuskan… Bersaing dengan sosok baru yang aku tak tahu, tiba-tiba saja sudah mengalungkan tanganaya dipinggangmu.. Tentu aku kalah, karena dia bisa menghirupnya dengan leluasa, bahkan sebelum kau tuntas menghembuskannya…
Aku berdiri tiga langkah darimu, sementara ujung kepalanya kini sudah menempel di dagumu….

Bagaimana kini aku harus bernafas..???
Aku mencari udara lain yang masih bisa kuhirup… Dalam jumlah tak terbatas aku telah menemukannya.. Tak sesejuk hembusanmu, tapi cukup.. Aku bisa melanjutkan hidupku..

Dulu udaramu kuijinkan bernafas sampai ke dalam, bertukar ion pada darah dalam kapiler dengan seluruh sel-sel dalam tubuhku, menembus jantung dan mengairi seluruh bilik hatiku…

Agak sedikit lama aku tertahan, coba mengontraksikan lagi otot dalam tulang rusukku, membuka lebar jalan untuk kebahagiaan itu masuk kembali…

Mencari, Patahan senja yang kuhabiskan dilenganmu, sambil memuji jingga garis langit menjemput gelap…
Me-restart, Kebiasaan terjaga jauh sebelum fajar mengharuskan setiap muslim menghadap TuhanNya, untuk selalu mensyukuri lebih dulu hari baru yang masih ada, dan jiwamu yang masih tersedia tanpa terbatas untukku… Betapa Dia menyayangiku dengan memberikanmu untuk membimbingku, mengingatkanku, dan terus meluruskkan jalanku…
Meindispaly lagi beberapa memori ketika bola matamu membesar, dahimu berkerut dan memaki dengan geli saat dengan keras kepalanya aku tak mau menuruti kebijaksanaanmu..
Mengingat ketika kau Marah, jengkel, sebal dan kecewa kepadaku, namun tiba-tiba saja conello sweet heart brownis sudah teronggok di meja ketika aku harus berbuka puasa…
Merasakan haru yang membuncah, syukur yang tak terkira setiap aku bisa berdiri di belakangmu sebagi makmum.. Rasa yang tak pernah bisa kukatakan dengan bahasa apapun, aku hanya ingin punya kesempatan bisa selalu di belakangmu dalam lima waktu wajibku, dan juga di setiap tahajudku..
Yang satu ini aku tak pernah tahu bagaimana prosesnya,, selalu kau mampu membuat aku merubah keputusanku di saat-saat terakhir…
Dari sanalah aku benar-benar sadar, besar kemungkinan kau adalah potongan puzzle hidupku.. Bukan mutlak, tidak 100% memang,.. Itu hanya hakNya memutuskan…

Tapi Nihil… Aku Hanya bisa menghidupkan sebatas kenangan, dan kemudian aku harus merelaksasikannya otot itu lagi, agar hidupku bisa kembali berjalan….

Aku membiarkan rongga itu kosong sementara waktu… Menunggu, dan mungkin berharap hanya udara yang kau hembuskan yang mengalirinya lagi,..

Tampaknya aku terlalu mendewakan hembusanmumu, terlalu memuliakan jiwamu… Berlebihankah..???
Mungkin….

Hawa sejuk yang kau hembuskan bisa saja menembus seluruh sel dalam tubuhku, hanya terkecuali, dia tak pernah masuk ke neuron sarafku… Begitu saja kuhirup, tanpa perlu dikomando sang penunjuk impuls otak…

Bagaimana mungkin aku bisa memikirkanya..??
Sementara Banyak hal konyol yang kulakukan, beberapa jaringan pelindung yang kubangun sendiripun kurobohkan sebegitu mudahnya…

Tapi ketahuilah, cinta jarang membutuhkan logika teoritis untuk menganalisanya.. Dia selalu bisa menemukan jalannya sendiri.. Menginspeksi….

Cukup dengan keyakinan itu sekarang aku bernafas….

Benar, mungkin aku bodoh…
Tapi sampai aku masih membaca tulisan ini, keyakinan itu belum akan terbantahkan.. Kasih pada rasa tak pernah salah.. Karena memang baru hembusanmulah yang terasa begitu sempurna…
Dan benar, inilah aku yang hanya wanita….

Malang, 19 Maret 2010
(Benarkah wanita selalu lemah dengan perasaannya…???)

Tinggalkan komentar